ISOLASI DNA TANAMAN
Ade
Puji Setyawati 1)
Drh.
Bhintarti S. Hastari, M. Biomed2)
Festy
Auliyaur Rahmah, S. Si2)
Nugroho
Adi Maulana3)
Indhina
Reihannisha3)
1) Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2) Dosen Praktikum Biologi Molekuler
3) Asisten Praktikum Biologi Molekuler
Jl. Ir. H. Djuanda, Tangerang Selatan 15412, Indonesia
Jum’at,
24 Oktober 2014
ABSTRAK
DNA merupakan
senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. DNA pada sel tanaman dibagi menjadi dua yaitu DNA
intrakromosomal dan DNA
ekstrakromosomal. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran
(lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari dinding sel, membrane sel dan
protein, serta pemurnian DNA. Isolasi DNA sawi
hijau ini dilakukan dengan mengambil potongan daun muda kemudian daun tersebut
diekstraksi hingga didapatkan DNA murni dari tanaman sawi hijau tersebut.
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar praktikan mampu melakukan isolasi
DNA dari tanaman Sawi Hijau (Brassica sp.). Hasil setelah penambahan kloroform
dan isoamil alkohol (24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi terbentuk 2 fase
yaitu fase aqoueous dan organik. Setelah penambahan isopropanol dingin terlihat
benang-benang tipis DNA.
Kata kunci : Tanaman, daun Sawi hijau, pemurnian DNA
I. Dasar Teori
Deoxyribo Nucleic acid (DNA) merupakan
senyawa kimia yang paling penting dalam makhluk hidup. DNA merupakan senyawa
yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. DNA eukariot tidak hanya dijumpai pada nukleus, tetapi dapat
ditemukan pada mitokondria dan kloroplas. DNA yang diisolasi dari kloroplas
menunjukkan sifat berbentuk sirkular, terdiri dari untai ganda, replikasi
semikonservatif, dan bebas dari protein histon. DNA kloroplas penting dalam
proses fotosintesis. DNA pada sel tanaman dibagi menjadi dua yaitu DNA
intrakromosomal dan DNA
ekstrakromosomal (Donata, 2007).
DNA intrkromosomal merupakan DNA yang ditemukan di
inti sel. Sedangkan
DNA ekstrakromosomal merupakan DNA yang ditemukan di sitoplasma sel. Pada
sel-sel tanaman DNA ekstrakromosal ini dapat ditemukan di mitokondria dan
kloroplas (Farrel, 2004). Isolasi DNA
merupakan langkah mempelajari DNA, salah satu prinsip isolasi DNA yaitu dengan
sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran
berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul
besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada
bagian atas tabung (Muladno, 2002).
Isolasi DNA
dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein,
lemak, dan karbohidrat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni
penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti
selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Donata, 2007). Terdapat berbagai macam metode isolasi DNA tanaman.
Metode-metode tersebut menggunakan CTAB dan SDS dalam ekstraksi DNA (Donata, 2007). Beberapa
metode isolasi DNA juga menggunakan nitrogen cair pada tahap awal ekstraksi
untuk menghasilkan kualitas DNA terbaik. (Pharmawati,
2009).
Sering digunakan untuk ekstraksi DNA tanaman (Yuwono, 2008).
Metode tersebut pada dasarnya memiliki prinsip yang
sama, namun ada beberapa hal tertentu yang biasanya digunakan modifikasi untuk
dapat menghancurkan inhibitor yang ada di dalam masing-masing sumber spesimen. Komponen
nukleotida DNA adalah gula, fosfat, dan basa nitrogen. Komponen gula pada DNA
adalah gula deoksiribosa, yaitu gula ribose yang kehilangan satu atom oksigen. Basa yang ada pada DNA ada dua macam, yaitu purin dan
pirimidin. Purin terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu adenin dan guanin.
Pirimidin terdiri dari dua jenis, yaitu timin dansitosin (Yuwono, 2008). Nukleus
terdiri dari 90 % keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti
mitokondria dan kloroplas (Heldt, 2005).
Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya
metode pelisisan sel sampai pemanenan sel. Sawi hijau (Brassica sp.)
merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia.
Kelebihan-kelebihan sawi antara lain baik bagi kesehatan tubuh, mampu tumbuh
baik baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, tahan terhadap air hujan,
dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim, masa panennya
cukup pendek, yaitu sekitar 40 hari setelah tanam dan sawi mempunyai nilai
ekonomi cukup tinggi setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli (Ardiana, 2009).
Dengan mengetahui DNA tanaman sawi maka dapat
menghasilkan potensi yang cukup besar untuk menghasilkan varietas-varietas sawi
yang unggul yang lebih bernilai ekonomis dan kompetitif. Keragaman varietas yang terus berkembang
sejalan dengan sistim perkembangbiakan tanaman. Namun informasi tentang genetik sawi
masih sangat kurang. Oleh karena itu pada praktikum kali ini mencoba untuk
mengisolasi DNA tanaman sawi hijau. Isolasi DNA sawi hijau ini dilakukan dengan
mengambil potongan daun muda kemudian daun tersebut diekstraksi hingga
didapatkan DNA murni dari tanaman sawi hijau tersebut. Praktikum ini dilakukan
dengan tujuan agar praktikan mampu melakukan isolasi DNA dari tanaman Sawi
Hijau (Brassica rapa).
II. Materi
Alat
yang digunakan dalam praktikum isolasi DNA tanaman adalah alat tulis,
mikropipet, sentrifuga, vortex, waterbath, inkubator, yellow tips, blue tips, freezer,
tip steril, tabung mikro 1,5 steril, gunting, timbangan analitik dan kamera.
Bahan
yang digunakan adalah daun sawi hijau (Brassica
sp.). yang masih muda 0,3 g, 500 µL buffer ekstraksi (25 mM EDTA, 250 mM NaCl,
SDS 0,5%, 200 mM Tris-HCl pH 7,5), kloroform dan isoamil alkohol (24:1)
sebanyak 1x volum sampel, isopropanol sebanyak 1x volume sampel, dan 100 µL buffer
TE.
III.
Metode
Cara kerja untuk isolasi DNA tanaman yaitu pertama
dengan menimbang daun sawi hijau yang masih segar sebanyak 0,3 gram, tanpa
pertulangan daun dan batangnya. Kemudian dimasukan kedalam tabung mikro steril.
Setelah itu lunakan daun selama 10 menit pada suhu ruang, gunakan tip steril untuk
menumbuk daun, tanpa penambahan buffer dan tambahkan 500 μL bufer ekstraksi
(200 mM Tris-HCl (pH 7.5), 250 mM NaCl, 25 mM EDTA, 0.5% SDS) ke dalam tabung.
Kemudian kocok selama 5 detik kemudian Inkubasi
tabung dalam waterbath pada suhu 600C selama 30 menit dengan
tamabahan kloroform:isoamilalkohol (24:1)sebanyak 1x volume sampel lalu kocok
kemudian sentrifuga pada 6.000 x g selama 5 menit dan di ambil supernatan,
kemudian pindahkan ke tabung mikro yang baru, lalu tambahkan isopropanol
sebanyak 1x volume sampel, Kocok kemudian inkubasi pada suhu -200C
selama 15 menit. Sentrifugasi pada 6.000 x g selama 5 menit, setelah itu
supernatan, kemudian ditambahkan 100 μL bufer TE dan simpan pada suhu -200C.
IV.
Hasil dan Pembahasan
Hasil yang didapatkan dari praktikum isolasi DNA tanaman sawi hijau (Brassica sp.)
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
|
Daun hasil penumbukan dan ditambahkan buffer ekstraksi dan divortex
a.
Daun + buffer
ekstraksi
|
2
|
|
Terbentuk 2 fase setelah penambahan kloroform dan isoamil alkohol
(24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi.
a.
Fase aqueous
(supernatan yang mengandung DNA)
a.
Fase
organik (debris dan protein yang terdenaturasi)
|
3
|
|
Supernatan yang telah dipindahkan ke tabung mikro baru
a.
supernatan
|
|
|
Supernatan yang telah ditambahkan isopropanol dingin 1 x volum sampel
a.
Terlihat
benang-benang tipis DNA
|
|
|
Pelet yang telah ditambahkan dengan 100
μL buffer TE
a.
buffer TE
b.
Pelet
(mengandung DNA)
|
Berdasarkan
hasil praktikum isolasi DNA tanaman Sawi hijau (Brassica sp.), langkah
pertama yang dilakukan adalah penghancuran membran dan dinding sel pada daun
muda yang digunakan. Isolasi DNA tanaman ini digunakan daun yang masih muda hal
ini dikarenakan dipucuk daun dapat menekan senyawa polifenol dan polisakarida
sehingga dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan untuk melakukan isolasi DNA
yang kita inginkan.
Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Zubaidah (2004), pada bagian tanaman
banyak memiliki senyawa polifenol dan
polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA,
senyawa polifenol dan polisakarida juga dapat mempengaruhi enzim-enzim seperti
polimerase, ligase, endonuklease restriksi, atau enzim yang mengakibatkan DNA
tidak digunakan dalam praktikum Biologi Molekuler.
Penghancuran
bertujuan untuk merusak jaringan yang ada pada sel sehingga mempermudah
bahan-bahan kimia lain yang akan digunakan untuk masuk ke dalam organel-organel
sel, dalam hal untuk mengambil DNA. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali
terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen,
alkaloid dan flavonoid. Sedangkan DNA dari hewan lebih banyak mengandung
protein.
Salah satu kesulitan isolasi DNA dari tanaman
tinggi adalah proses destruksi dinding sel untuk melepaskan isi sel. Hal ini
disebabkan karena tanaman memiliki dinding sel yang kuat dan seringkali pada
beberapa jenis tanaman, kontaminasi tersebut sulit dipisahkan dari ekstrak asam
nukleat. Pembukaan sel untuk
mengeluarkan asam nukleatnya pada praktikum ini dengan cara mekanik yaitu
digerus dengan tip steril pada tabung mikro atau dapat juga menggunakan bahan
kimia yaitu nitrogen cair untuk mendegradasi dan melarutkan komponen dinding
sel.
Pada saat proses destruksi jaringan tanaman
dapat menyebabkan degradasi pada DNA dengan adanya aktivitas enzim
endonuklease, karena itu digunakan buffer ekstraksi yang mengandung senyawa 200
mM Tris-HCl (pH 7.5), 250 mM NaCl, 25 mM EDTA,
dan 0,5 % SDS. DNA akan terpisah menjadi suatu larutan dan dapat dimurnikan
(dipurifikasi) melalui dua cara yang umum dilakukan yaitu sentrifugasi dan
ekstraksi kimia.
Sampel disentrifugasi
dengan kecepatan yang tinggi sehingga komponen yang berukuran lebih besar atau
lebih berat akan mengendap membentuk sedimen pada bagian bawah tabung. SDS
berfungsi untuk melisis dinding sel tumbuhan yang terdapat dalam larutan
sampel. Ini disebabkan karena sifat dari SDS sama dengan sifat dinding sel yang
hidrofobik, sehingga terjadi ikatan diantara keduanya dan menyebabkan dinding
sel rusak.
Setelah
ditunggu beberapa menit, sampel selanjutnya diinkubasi. Muladno (2002), buffer lysis ini mengandung EDTA
yang berfungsi merusak dinding sel secara kimiawi dengan cara mengikat ion
magnesium berfungsi mempertahankan integritas sel maupun aktifitas enzim
nuclease yang merusak asam nukleat. Kotoran (debris) yang dihasilkan dari
aktivitas lysis ini dibersihkan dengan cara sentrifugasi agar kotoran mengumpul
didasar tabung mikro.
Untuk membersihkan protein dan polisakarida
dari larutan digunakan kloroform sedangkan kondisi yang lebih ekstrem, dapat
digunakan proteinase. DNA yang telah
diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan
komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang
didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi.
Tahap
selanjutnya yaitu sampel yang telah vortex selama 5 detik dan kemudian diinkubasikan
isolasi pada suhu 60˚C selama 30 menit, hal ini bertujuan agar enzim bekerja
secara optimal setelah ditambahkan buffer ekstraksi. Kemudian dilakukan ditambahkan kloroform dan
isoamil alkohol (24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi
untuk mendapatkan supernatan.
Terbentuk
2 fase setelah penambahan CIA dan disentrifugasi yaitu fase cair ( supernatan )
dan fase organik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pharmawati, (2009) menyebutkan
bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase
organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan
DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan
protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada
fase organik.
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut
dalam air. Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang
mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini,
terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik.
Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang
mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan
perbedaan sifat pelarut organik.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya
untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang
terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform –
air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat
menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa organik
lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Doyle, 1990).
Proses deproteinisasi yang efektif
bergantung pada besarnya fase antara kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan
dengan membentuk emulsi dari air dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan
dengan penggojogan atau sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat
bercampur dengan air. Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat
ditambahkan ke kloroform untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan
luas permukaan kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi.
Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini
memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang
terbatas (20.000–50.000 bp). DNA kemudian diikat dari fase aquoeus dengan
presipitasi isopropanol (Muladno, 2002). Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan
melalui presipitasi. Pada umumnya digunakan isopropanol dingin untuk mengendapkan, melekatkan
dan memisahkan DNA dari larutan.
Pada
saat penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman
berwarna putih yang melayang di larutan tersebut. Kedua
senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA
menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan
sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa
presipitasi berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal
dari tahapan ekstraksi.
Menurut Yuwono, (2008) prinsip-prinsip presipitasi antara lain
pertama, menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan
molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan
dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus
fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air.
Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air.
Molekul isopropanol tidak dapat
berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol adalah
pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan
menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi;
ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas molekul air
sehingga memudahkan presipitasi DNA. Pada tahapan presipitasi ini, DNA
yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA dan protein yang masih
tersisa.
Residu tersebut juga mengalami
koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk
presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet
dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA
pekat. Proses presipitasi kembali dengan isopropanol sebelum pellet
dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi (Farrel, 2004).
Tahap
selanjutnya yaitu tabung dikocok dan diinkubasi pada suhu -200C
selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi kerja isopropanol.
Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm x g selama 15 menit. Proses sentrifugasi ulangan dilakukan untuk
mendapatkan pellet DNA. Tahap selanjutnya yaitu tabung di sentrifugasi
kembali pada kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit. Hasil yang didapat yaitu
berupa supernatan yang bening dan pelet (endapan DNA murni) yang berwarna putih
terdapat pada dasar tabung.
Kemudian
supernatan tersebut dibuang karena DNA berada pada bagian natan. Menurut Donata
(2007) DNA murni
yang dihasilkan adalah DNA yang terbebas dari campuran material dan komponen
intraceluler yang mengandung larutan kompleks berupa RNA, protein, lemak dan
karbohidrat. Setelah itu ditambahkan 100 μL buffer TE ke dalam tabung yang berisi pelet dan
kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC.
Ardiana, (2009) menyatakan bahwa buffer TE dan
penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi
dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pharmawati, (2009) juga menjelaskan bahwa pelarutan
kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat
molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak
terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi
pada suhu -20ºC.
V.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa, praktikan mampu melakukan
isolasi DNA tanaman Sawi hijau (Brassica sp.) dengan cara penghancuran (lisis), ektraksi atau
pemisahan DNA dari bahan padat seperti dinding sel, membran sel dan protein, serta dapat
melakukan pemurnian
DNA. Pada isolasi DNA ini digunakan daun muda
atau pucuk, hal ini dikarenakan dipucuk daun dapat menekan senyawa polifenol
dan polisakarida sehingga dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan untuk
melakukan isolasi DNA yang kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman papaya dan
jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik
Pertanian 14(1): 12-16.
Donata.
2007. Komunikasi pribadi. Ciri-ciri DNA
murni dan penyebab keberhasilan serta kegagalan dalam PCR dan elektroforesis.Erlangga.
Jakarta.
Doyle
J.J and Doyle J.L. 1990. Isolation of
plant DNA from fresh tissue. Focus. Moscow. 12(1):13-15.
Farrel,
R.E. 2004. RNA Methodologies: A
Laboratory Guide for Isolation and Characterization. Third Edition.
Elsevier Academis Press. London. Hal. 693-705.
Heldt, H. W.
2005. Plant Biochemistry. Third Edition.
Elsevier Academic Press. California. Hal. 491Doyle JJ, Doyle JL. 1990.
Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12: 13-15.
Muladno.
(2002). Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pusataka Wirausaha Muda. Bogor
Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada
grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13(1): 12-16.
Ribeiro RA,
Lovato MB. 2007. Comparative analysis of different DNA extraction protocols in
fresh and herbarium specimens of the genus Dalbergia. Genet. Mol.
Res. 6: 173-187.
Yuwono, Triwibowo. 2008. Biologi
Molekuler. Jakarta : Penerbit Erlangga
Zubaidah.
2004. Isolasi dan karakterisasi Gen
Perbaikan DNA Baru pada Bakteri Radioresisten Deinococcus radiodurans.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir. Bandung.
Lampiran :
a
b
c d
e f
Keterangan :
a.
Inkubasi slama 30 menit, 60 C
b.
Klorofom: isoamilalkohol
c.
Estrak jaringan disentrifugasi
d.
Setelah di sentrifugasi supernatan diambil
e.
Isopropanol dingin
f.
supernatan didinginkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar