Jumat, 14 November 2014

ISOLASI DNA TANAMAN

ISOLASI DNA TANAMAN

Ade Puji Setyawati 1)
Drh. Bhintarti  S. Hastari, M. Biomed2)
Festy Auliyaur Rahmah, S. Si2)
Nugroho Adi Maulana3)
Indhina Reihannisha3)
1)      Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2)      Dosen Praktikum Biologi Molekuler
3)      Asisten Praktikum Biologi Molekuler
Jl. Ir. H. Djuanda, Tangerang Selatan 15412, Indonesia
Jum’at, 24 Oktober 2014


ABSTRAK
DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya. DNA pada sel tanaman dibagi menjadi dua yaitu  DNA intrakromosomal dan DNA ekstrakromosomal. Prisnsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari dinding sel, membrane sel dan protein, serta pemurnian DNA. Isolasi DNA sawi hijau ini dilakukan dengan mengambil potongan daun muda kemudian daun tersebut diekstraksi hingga didapatkan DNA murni dari tanaman sawi hijau tersebut. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar praktikan mampu melakukan isolasi DNA dari tanaman Sawi Hijau (Brassica sp.). Hasil setelah penambahan kloroform dan isoamil alkohol (24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi terbentuk 2 fase yaitu fase aqoueous dan organik. Setelah penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA.  

Kata kunci : Tanaman, daun Sawi hijau, pemurnian DNA



I.     Dasar Teori


Deoxyribo Nucleic acid (DNA) merupakan senyawa kimia yang paling penting dalam makhluk hidup. DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya. DNA eukariot tidak hanya dijumpai pada nukleus, tetapi dapat ditemukan pada mitokondria dan kloroplas. DNA yang diisolasi dari kloroplas menunjukkan sifat berbentuk sirkular, terdiri dari untai ganda, replikasi semikonservatif, dan bebas dari protein histon. DNA kloroplas penting dalam proses fotosintesis. DNA pada sel tanaman dibagi menjadi dua yaitu  DNA intrakromosomal dan DNA ekstrakromosomal (Donata, 2007).
DNA intrkromosomal merupakan DNA yang ditemukan di inti sel. Sedangkan DNA ekstrakromosomal merupakan DNA yang ditemukan di sitoplasma sel. Pada sel-sel tanaman DNA ekstrakromosal ini dapat ditemukan di mitokondria dan kloroplas (Farrel, 2004). Isolasi DNA merupakan langkah mempelajari DNA, salah satu prinsip isolasi DNA yaitu dengan sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung (Muladno, 2002).
Isolasi DNA dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari bahan lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Prinsip utama dalam isolasi DNA ada tiga yakni penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Donata, 2007)Terdapat berbagai macam metode isolasi DNA tanaman. Metode-metode tersebut menggunakan CTAB dan SDS dalam ekstraksi DNA (Donata, 2007). Beberapa metode isolasi DNA juga menggunakan nitrogen cair pada tahap awal ekstraksi untuk menghasilkan kualitas DNA terbaik. (Pharmawati, 2009). Sering digunakan untuk ekstraksi DNA tanaman (Yuwono, 2008).
Metode tersebut pada dasarnya memiliki prinsip yang sama, namun ada beberapa hal tertentu yang biasanya digunakan modifikasi untuk dapat menghancurkan inhibitor yang ada di dalam masing-masing sumber spesimen. Komponen nukleotida DNA adalah gula, fosfat, dan basa nitrogen. Komponen gula pada DNA adalah gula deoksiribosa, yaitu gula ribose yang kehilangan satu atom oksigen. Basa yang ada pada DNA ada dua macam, yaitu purin dan pirimidin. Purin terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu adenin dan guanin. Pirimidin terdiri dari dua jenis, yaitu timin dansitosin (Yuwono, 2008). Nukleus terdiri dari 90 % keseluruhan DNA seluler. Sisa DNA adalah organel lain seperti mitokondria dan kloroplas (Heldt, 2005).
Karena DNA terdapat pada nukleus, maka perlu adanya metode pelisisan sel sampai pemanenan sel. Sawi hijau (Brassica sp.) merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Kelebihan-kelebihan sawi antara lain baik bagi kesehatan tubuh, mampu tumbuh baik baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, tahan terhadap air hujan, dapat dipanen sepanjang tahun tidak tergantung dengan musim, masa panennya cukup pendek, yaitu sekitar 40 hari setelah tanam dan sawi mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli (Ardiana, 2009).
Dengan mengetahui DNA tanaman sawi maka dapat menghasilkan potensi yang cukup besar untuk menghasilkan varietas-varietas sawi yang unggul yang lebih bernilai ekonomis dan kompetitif.  Keragaman varietas yang terus berkembang sejalan dengan sistim perkembangbiakan tanaman. Namun informasi tentang genetik sawi masih sangat kurang. Oleh karena itu pada praktikum kali ini mencoba untuk mengisolasi DNA tanaman sawi hijau. Isolasi DNA sawi hijau ini dilakukan dengan mengambil potongan daun muda kemudian daun tersebut diekstraksi hingga didapatkan DNA murni dari tanaman sawi hijau tersebut. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan agar praktikan mampu melakukan isolasi DNA dari tanaman Sawi Hijau  (Brassica rapa).
II.   Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum isolasi DNA tanaman adalah alat tulis, mikropipet, sentrifuga, vortex, waterbath, inkubator, yellow tips, blue tips, freezer, tip steril, tabung mikro 1,5 steril, gunting, timbangan analitik dan kamera.
Bahan yang digunakan adalah daun sawi hijau (Brassica sp.). yang masih muda 0,3 g, 500 µL buffer ekstraksi (25 mM EDTA, 250 mM NaCl, SDS 0,5%, 200 mM Tris-HCl pH 7,5), kloroform dan isoamil alkohol (24:1) sebanyak 1x volum sampel, isopropanol sebanyak 1x volume sampel, dan 100 µL buffer TE.
III.             Metode
Cara kerja untuk isolasi DNA tanaman yaitu pertama dengan menimbang daun sawi hijau yang masih segar sebanyak 0,3 gram, tanpa pertulangan daun dan batangnya. Kemudian dimasukan kedalam tabung mikro steril. Setelah itu lunakan daun selama 10 menit pada suhu ruang, gunakan tip steril untuk menumbuk daun, tanpa penambahan buffer dan tambahkan 500 μL bufer ekstraksi (200 mM Tris-HCl (pH 7.5), 250 mM NaCl, 25 mM EDTA, 0.5% SDS) ke dalam tabung.
Kemudian kocok selama 5 detik kemudian Inkubasi tabung dalam waterbath pada suhu 600C selama 30 menit dengan tamabahan kloroform:isoamilalkohol (24:1)sebanyak 1x volume sampel lalu kocok kemudian sentrifuga pada 6.000 x g selama 5 menit dan di ambil supernatan, kemudian pindahkan ke tabung mikro yang baru, lalu tambahkan isopropanol sebanyak 1x volume sampel, Kocok kemudian inkubasi pada suhu -200C selama 15 menit. Sentrifugasi pada 6.000 x g selama 5 menit, setelah itu supernatan, kemudian ditambahkan 100 μL bufer TE dan simpan pada suhu -200C.
IV.             Hasil dan Pembahasan
Hasil yang didapatkan dari praktikum isolasi DNA tanaman sawi hijau (Brassica sp.) dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No
Gambar
Keterangan
1
Daun hasil penumbukan dan ditambahkan buffer ekstraksi dan divortex
a.       Daun + buffer ekstraksi
2
Terbentuk 2 fase setelah penambahan kloroform dan isoamil alkohol (24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi.
a.       Fase aqueous
(supernatan yang mengandung DNA)
a.       Fase organik (debris dan protein yang terdenaturasi)
3
Supernatan yang telah dipindahkan ke tabung mikro baru
a.       supernatan

Supernatan yang telah ditambahkan isopropanol dingin 1 x volum sampel
a.       Terlihat benang-benang tipis DNA

Pelet yang telah ditambahkan dengan 100 μL buffer TE
a.       buffer TE
b.      Pelet (mengandung DNA)

Berdasarkan hasil praktikum isolasi DNA tanaman Sawi hijau (Brassica sp.), langkah pertama yang dilakukan adalah penghancuran membran dan dinding sel pada daun muda yang digunakan. Isolasi DNA tanaman ini digunakan daun yang masih muda hal ini dikarenakan dipucuk daun dapat menekan senyawa polifenol dan polisakarida sehingga dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan untuk melakukan isolasi DNA yang kita inginkan.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Zubaidah (2004), pada bagian tanaman banyak  memiliki senyawa polifenol dan polisakarida dalam konsentrasi tinggi yang dapat menghambat pemurnian DNA, senyawa polifenol dan polisakarida juga dapat mempengaruhi enzim-enzim seperti polimerase, ligase, endonuklease restriksi, atau enzim yang mengakibatkan DNA tidak digunakan dalam praktikum Biologi Molekuler.
Penghancuran bertujuan untuk merusak jaringan yang ada pada sel sehingga mempermudah bahan-bahan kimia lain yang akan digunakan untuk masuk ke dalam organel-organel sel, dalam hal untuk mengambil DNA. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan flavonoid. Sedangkan DNA dari hewan lebih banyak mengandung protein.
 Salah satu kesulitan isolasi DNA dari tanaman tinggi adalah proses destruksi dinding sel untuk melepaskan isi sel. Hal ini disebabkan karena tanaman memiliki dinding sel yang kuat dan seringkali pada beberapa jenis tanaman, kontaminasi tersebut sulit dipisahkan dari ekstrak asam nukleat. Pembukaan sel untuk mengeluarkan asam nukleatnya pada praktikum ini dengan cara mekanik yaitu digerus dengan tip steril pada tabung mikro atau dapat juga menggunakan bahan kimia yaitu nitrogen cair untuk mendegradasi dan melarutkan komponen dinding sel.
 Pada saat proses destruksi jaringan tanaman dapat menyebabkan degradasi pada DNA dengan adanya aktivitas enzim endonuklease, karena itu digunakan buffer ekstraksi yang mengandung senyawa 200 mM Tris-HCl (pH 7.5), 250 mM NaCl, 25 mM EDTA, dan 0,5 % SDS. DNA akan terpisah menjadi suatu larutan dan dapat dimurnikan (dipurifikasi) melalui dua cara yang umum dilakukan yaitu sentrifugasi dan ekstraksi kimia.
Sampel disentrifugasi dengan kecepatan yang tinggi sehingga komponen yang berukuran lebih besar atau lebih berat akan mengendap membentuk sedimen pada bagian bawah tabung. SDS berfungsi untuk melisis dinding sel tumbuhan yang terdapat dalam larutan sampel. Ini disebabkan karena sifat dari SDS sama dengan sifat dinding sel yang hidrofobik, sehingga terjadi ikatan diantara keduanya dan menyebabkan dinding sel rusak.
Setelah ditunggu beberapa menit, sampel selanjutnya diinkubasi. Muladno (2002), buffer lysis ini mengandung EDTA yang berfungsi merusak dinding sel secara kimiawi dengan cara mengikat ion magnesium berfungsi mempertahankan integritas sel maupun aktifitas enzim nuclease yang merusak asam nukleat. Kotoran (debris) yang dihasilkan dari aktivitas lysis ini dibersihkan dengan cara sentrifugasi agar kotoran mengumpul didasar tabung mikro.
 Untuk membersihkan protein dan polisakarida dari larutan digunakan kloroform sedangkan kondisi yang lebih ekstrem, dapat digunakan proteinase. DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan memiliki kemurnian yang tinggi.
Tahap selanjutnya yaitu sampel yang telah vortex selama 5 detik dan kemudian diinkubasikan isolasi pada suhu 60˚C selama 30 menit, hal ini bertujuan agar enzim bekerja secara optimal setelah ditambahkan buffer ekstraksi. Kemudian dilakukan ditambahkan kloroform dan isoamil alkohol (24:1) 1x volum sampel dan disentrifugasi untuk mendapatkan supernatan.
Terbentuk 2 fase setelah penambahan CIA dan disentrifugasi yaitu fase cair ( supernatan ) dan fase organik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pharmawati, (2009) menyebutkan bahwa setelah sentrifugasi akan terbentuk 2 fase yang terpisah yakni fase organik pada lapisan bawah dan fase aquoeus (air) pada lapisan atas sedangkan DNA dan RNA akan berada pada fase aquoeus setelah sentrifugasi sedangkan protein yang terdenaturasi akan berada pada interfase dan lipid akan berada pada fase organik.
Asam nukleat adalah molekul hidrofilik dan bersifat larut dalam air. Disamping itu, protein juga mengandung residu hidrofobik yang mengakibatkan protein larut dalam pelarut organik. Berdasarkan sifat ini, terdapat beberapa metode deproteinisasi berdasarkan pemilihan pelarut organik. Biasanya pelarut organik yang digunakan adalah fenol atau kloroform yang mengandung 4% isoamil alkohol. Penggunaan kloroform isoamil alkohol (CIA) berdasarkan perbedaan sifat pelarut organik.
Kloroform tidak dapat bercampur dengan air dan kemampuannya untuk mendeproteinisasi berdasarkan kemampuan rantai polipeptida yang terdenaturasi untuk masuk atau termobilisasi ke dalam fase antara kloroform – air. Konsentrasi protein yang tinggi pada fase antara tersebut dapat menyebabkan protein mengalami presipitasi. Sedangkan lipid dan senyawa organik lain akan terpisah pada lapisan kloroform (Doyle, 1990).
Proses deproteinisasi yang efektif bergantung pada besarnya fase antara kloroform-air. Proses ini dapat dilakukan dengan membentuk emulsi dari air dan kloroform. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan penggojogan atau sentrifugasi yang kuat karena kloroform tidak dapat bercampur dengan air. Isoamil alkohol berfungsi sebagai emulsifier dapat ditambahkan ke kloroform untuk membantu pembentukan emulsi dan meningkatkan luas permukaan kloroform-air yang mana protein akan mengalami presipitasi.
Penggunaan kloroform isoamil alkohol ini memungkinkan untuk didapatkan DNA yang sangat murni, namun dengan ukuran yang terbatas (20.000–50.000 bp). DNA kemudian diikat dari fase aquoeus dengan presipitasi isopropanol (Muladno, 2002). Setelah proses ekstraksi, DNA yang didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi. Pada umumnya digunakan isopropanol dingin untuk mengendapkan, melekatkan dan memisahkan DNA dari larutan.
Pada saat penambahan isopropanol dingin terlihat benang-benang tipis DNA tanaman berwarna putih yang melayang di larutan tersebut. Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi. Menurut Heldt (2005) bahwa presipitasi berfungsi untuk menghilangkan residu-residu kloroform yang berasal dari tahapan ekstraksi.
 Menurut Yuwono, (2008) prinsip-prinsip presipitasi antara lain pertama, menurunkan kelarutan asam nukleat dalam air. Hal ini dikarenakan molekul air yang polar mengelilingi molekul DNA di larutan aquoeus. Muatan dipole positif dari air berinteraksi dengan muatan negatif pada gugus fosfodiester DNA. Interaksi ini meningkatkan kelarutan DNA dalam air. Isopropanol dapat bercampur dengan air, namun kurang polar dibandingkan air.
Molekul isopropanol tidak dapat berinteraksi dengan gugus polar dari asam nukleat sehingga isopropanol adalah pelarut yang lemah bagi asam nukleat; kedua, penambahan isopropanol akan menghilangkan molekul air dalam larutan DNA sehingga DNA akan terpresipitasi; ketiga, penggunaan isopropanol dingin akan menurunkan aktivitas molekul air sehingga memudahkan presipitasi DNA. Pada tahapan presipitasi ini, DNA yang terpresipitasi akan terpisah dari residu-residu RNA dan protein yang masih tersisa.
Residu tersebut juga mengalami koagulasinamun tidak membentuk struktur fiber dan berada dalam bentuk presipitat granular.Pada saat etanol atau isopropanol dibuang dan pellet dikeringanginkan dalam tabung, maka pellet yang tersisa dalam tabung adalah DNA pekat. Proses presipitasi kembali dengan isopropanol sebelum pellet dikeringanginkan dapat meningkatkan derajat kemurnian DNA yang diisolasi  (Farrel, 2004).
Tahap selanjutnya yaitu tabung dikocok dan diinkubasi pada suhu -200C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi kerja isopropanol. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6.000 rpm x g selama 15 menit. Proses sentrifugasi ulangan dilakukan untuk mendapatkan pellet DNA. Tahap selanjutnya yaitu tabung di sentrifugasi kembali pada kecepatan 6.000 rpm selama 15 menit. Hasil yang didapat yaitu berupa supernatan yang bening dan pelet (endapan DNA murni) yang berwarna putih terdapat pada dasar tabung.  
Kemudian supernatan tersebut dibuang karena DNA berada pada bagian natan. Menurut Donata (2007) DNA murni yang dihasilkan adalah DNA yang terbebas dari campuran material dan komponen intraceluler yang mengandung larutan kompleks berupa RNA, protein, lemak dan karbohidrat. Setelah itu ditambahkan 100 μL buffer TE ke dalam tabung yang berisi pelet dan kemudian disimpan di dalam freezer dengan suhu sekitar -20ºC.
Ardiana, (2009) menyatakan bahwa buffer TE dan penyimpanan suhu pada -20ºC bertujuan agar sampel DNA yang telah diekstraksi dapat disimpan hingga waktu berminggu-minggu. Pharmawati, (2009) juga menjelaskan bahwa pelarutan kembali dengan buffer TE juga dapat memisahkan antara RNA yang mempunyai berat molekul lebih rendah dibandingkan DNA sehingga DNA yang didapatkan tidak terkontaminasi oleh RNA dan DNA sangat stabil ketika disimpan dalam keadaan terpresipitasi pada suhu -20ºC.
V.                 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa, praktikan mampu melakukan isolasi DNA tanaman Sawi hijau (Brassica sp.) dengan cara penghancuran (lisis), ektraksi atau pemisahan DNA dari bahan padat seperti dinding sel, membran sel dan protein, serta dapat melakukan pemurnian DNA. Pada isolasi DNA ini digunakan daun muda atau pucuk, hal ini dikarenakan dipucuk daun dapat menekan senyawa polifenol dan polisakarida sehingga dapat memperbesar kemungkinan keberhasilan untuk melakukan isolasi DNA yang kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman papaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14(1): 12-16.

Donata. 2007. Komunikasi pribadi. Ciri-ciri DNA murni dan penyebab keberhasilan serta kegagalan dalam PCR dan elektroforesis.Erlangga. Jakarta.
Doyle J.J and Doyle J.L. 1990.  Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. Moscow. 12(1):13-15.
Farrel, R.E. 2004. RNA Methodologies: A Laboratory Guide for Isolation and Characterization. Third Edition. Elsevier Academis Press. London. Hal. 693-705.
Heldt, H. W. 2005. Plant Biochemistry. Third Edition. Elsevier Academic Press. California. Hal. 491Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12: 13-15.
Muladno. (2002). Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pusataka Wirausaha Muda. Bogor
Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13(1): 12-16.
Ribeiro RA, Lovato MB. 2007. Comparative analysis of different DNA extraction protocols in fresh and herbarium specimens of the genus Dalbergia. Genet. Mol. Res. 6: 173-187.
Yuwono, Triwibowo. 2008. Biologi Molekuler. Jakarta : Penerbit Erlangga

Zubaidah. 2004. Isolasi dan karakterisasi Gen Perbaikan DNA Baru pada Bakteri Radioresisten Deinococcus radiodurans. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir. Bandung.

Lampiran :
          
a                                              b
            
c                                              d
                     
e                                               f 
Keterangan :
a.       Inkubasi slama 30 menit, 60 C
b.      Klorofom: isoamilalkohol
c.       Estrak jaringan disentrifugasi
d.      Setelah di sentrifugasi  supernatan diambil  
e.      Isopropanol dingin
f.        supernatan didinginkan          


Tidak ada komentar:

Posting Komentar